PENGANTAR STUDY
GENDER
1.
Pengantar
Mungkin tidak asing lagi, ketika kita mendengar istilah
gender karena istilah ini sering digembar-gemborkan dimana-mana. Tapi banyak
diantara kita kurang mengerti apa arti gender yang sebenarnya, semisalnya
gender di artikan perempuan. Asumsi ini tidak sepenuhnya salah, tapi kurang
betul. Aktor gender memang perempuan tapi juga laki-laki. Kaburnya makna gender
seperti di atas menurut mansoour faqih di sebut latah gender. Banyak
orang yang tidak mampu menerima koonsep gender karena menganggap stereotype
(pelabelaan) pada perempuan merupakan koodrat yang tidak bisa di rubah.
Dari permasalahan di atas maka kita perlu mengetahui apa
arti gender. Sex dan apa perbedaan sex dengan gender? Ketimpangan gender
terjadi sudah sejak lama yang dikonstruk oleh sosial budaya yang terwujud
dengan berbagai model masyarakat yang meletakkan perempuan pada posisi inverior
(lemah), maka perlu kita ketahui juga model-model masyarakat penyebab
ketimpangan gender. Salah satu penyebab penyebab munculnya ketidakadilan
gender, adalah penafsiran ayat yang kurang sempurna sehingga menimbulkan bias.
Padahal belum tentu itu yang di harapkan oleh Al-qur’an, maka perlu kita
ketahui penafsiran ayat yang sempurna.
2.
Pengantar gender, sex, dan perbedaan keduanya
Perbedaan laki-laki dan perempuan masih menyimpang beberapa masalah. Memang antonomi antara
keduanya cukup jelas, tapi efek yang timbul akibat perbedaan itu menimbulkan
perbedaan, karena ternyata perbedaan jenis kelamin secara biologis melahirkan
seprangkat budaya.
Tapi bisa di pungkiri bahwa
perbedaan yang esensial antara lak-laki dan perempuan tidak bisa di samakan,
dengan kata lain bahwa laki-laki dan perempuan memang ada perbedaan
(distinction), tapi seharunya perbedaan itu tidak menimbulkan perbedaan (diskrimination).
Selain itu, seharusnya tidak ada perbedaan yang
mendasarantara laki-laki dan perempuan. Tapi kenyataanya karena perbedaan jenis
kelamin menyebabkan pembedaan sosial budaya, maka berangkat dari hal tersebut.
Perlu dijelaskan disini perbedaan antara jenis kelamin (sex) dan gender, agar
terjadi pemahaman yang jelas, sehingga tidak akan ada perbedaan
(discrimination), tidak ada ketidakadilan (inequality), dan kekerasan(abusemen)
terhadap laki-laki dan perempuan, terutama yang sering terjadi adalah pada
perempuan.
Gender adalah pandangan atau keyakinan yang dibentuk
masyarakat tentang bagaimanaseharusnya seorang perempuan atau laki-laki
bertingkah laku maupun berpikir. Misalnya pandangan bahwa seorang perempuan
ideal harus pandai memasak, pandai merawat diri, lemah-lembut, atau keyakinan
bahwa perempuan adalah mahluk yang sensitif, emosional, selalu memakai
perasaan. Sebaliknya seorang laki-laki sering dilukiskan berjiwa pemimpin,
pelindung, kepala rumah-tangga, rasional, tegas dan sebagainya. Singkatnya,
Gender adalah jenis kelamin sosial yang dibuat masyarakat, yang belum
tentu benar.
Gender merupakan suatu konsep, rancangan atau nilai yang
mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi serta peran
perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat, yang oleh
masyarakat kemudian dibakukan menjadi “budaya” dan seakan tidak lagi bisa
ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan.
Apalagi kemudian dikuatkan oleh nilai ideologi, hukum, politik, ekonomi,
dan sebagainya. Atau dengan kata lain, Gender adalah nilai yang dikonstruksi
oleh masyarakat setempat yang telah mengakar dalam bawah sadar kita seakan
mutlak dan tidak bisa lagi diganti. Jadi, kesetaraan gender adalah suatu
keadaan dimana perempuan dan laki-laki sama-sama menikmati status, kondisi,
atau kedudukan yang setara, sehingga terwujud secara penuh hak-hak dan
potensinya bagi pembangunan di segala aspek kehidupan
berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Islam mengamanahkan manusia untuk
memperhatikan konsep keseimbangan,keserasian, keselarasan, keutuhan, baik
sesama umat manusia maupun dengan lingkungan alamnya. Konsep relasi gender
dalam Islam lebih dari sekedar mengatur keadilan gender dalam masyrakat,
tetapi secara teologis dan teleologis mengatur pola relasi mikrokosmos
(manusia), makrosrosmos (alam), dan Tuhan. Hanya dengan demikian manusia dapat
menjalankan fungsinya sebagai khalifah, dan hanya khalifah sukses yang dapat
mencapai derajat abid sesungguhnya. Islam memperkenalkan konsep relasi gender
yang mengacu kepada ayat-ayat al-Qur’an substantif yang sekaligus menjadi
tujuan umum syari’ah (maqashid al-syariah),antara lain: mewujudkan keadilan dan
kebajikan (Q.S. an-Nahl : 90) :
Artinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.
Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa gender adalah
suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari segi sosial, budayadan bukan sudut biologis.
Sementara sex adalah pengidentifikasian perbedaan
laki-laki danperemp[uan dari segi anatomi biologi.
Perbedaan yang signifikan antra sex dan gender dapat
dilihat ditabel dibawah ini :
No
|
Sex
|
Gender
|
1
|
hamil
|
Lemah
|
2
|
Menyusui
|
Menangis
|
3
|
Melahirkan
|
Kuat
|
4
|
Mempunyai jakun
|
Pemimpin
|
5
|
Mempunyai
sperma
|
hebat
|
Tujuan al-Qur’an tentang Gender adalah terwujudnya
keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam al-Qur’an mencakup segala segi
kehidupan umat manusia, baik sebagai inividu maupun sebagai anggota masyarakat.
Al-Qur’an tidak mentolerir segala bentuk penindasan, baik berdasarkan
kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan, maupun
yang berdasarkan jenis kelamin. Dengan demikian, terdapat suatu hasil
pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi
nilai-nilai luhur kemanusiaan, makahasil pemahaman dan penafsiran tersebut
terbuka untuk diperdebatkan (debatable), apakah sesuai dengan ajaran Islam yang
sebenarnya sebagai ”Rahmatan Lil’alamin”.
Di dalam ayat-ayat al-Qur’an maupun sunnah nabi yang
merupakan sumber utama ajaran Islam terkandung nilai-nilai universal yang
menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dari dulu, kini dan akan dating.
Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan,
kesetaraan dan sebagainya. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan,
Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan atau perlakuan diskriminasi
diantara umat manusia. Berikut ini beberapa hal yang perlu diketahui mengenai kesetaraan Gender dalam al-Qur’an:
a.
Bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia yaitu laki-laki dan perempuan dalam bentuk yang terbaik
dengan kedudukan yang paling terhormat. Manusia juga diciptakan mulia dengan
memiliki akal, perasaan dan menerima petunjuk. Oleh karena itu al-Qur’an tidak
mengenal pembedaan antara lelaki dan perempuan, karena dihadapan Allah SWT,
lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, dan yang
membedakan antara lelaki dan perempuan hanyalah dari segi biologisnya.
b.
bahwa Allah SWT telah
menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu lelaki dan perempuan, supaya
mereka hidup tenang dan tentram, agar saling mencintai dan menyayangi serta
kasih mengasihi, serta agar mereka saling mengenal. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan timbal balik antara laki-laki dan perempuan, dan tidak ada
satupun yang mengindikasikan adanya superioritas satu jenis atas jenis
lainnya.
c.
Allah
SWT memberikan peran, hak dan tanggungjawab yang sama baik antara
laki-laki maupun perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan
Allah pun memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan lelaki untuk semua
kesalahan yang dilakukannya. Jadi pada intinya kedudukan dan derajat antara
lelaki dan perempuan dimata Allah SWT adalah sama, dan yang membuatnya tidak
sama hanyalah keimanan dan ketaqwaan masing-masing.
Islam
merupakan agama Rahmatan Lil’alamin, jadi sangatlah jelas mengenai konsep Gender, bahwasannya perbedaan antara
laki-laki dengan perempuan hanya dari segi biologisnya saja. Jadi dalam hal
ini, menurut Amina Wadud, konsep gender yang selama ini sering di perdebatkan
hanyalah wacana saja, adapun praktek dalam kesehariaannya sangatlah minim kita
lihat. Wallahu A’lam.
3.
Penutup
Every
reading reflects, in part, the intentions of the texts, as well as the “prior
text” of the one who makes the “reading”. Although each reading is unique, the
understanding of various text will converge on many points (Amina Wadud Muhsin,
Qur’an and Women, halm. 127)
ahmad mahmud alfarizy
sekolah kopri_cabang bekasi utara @2013
semoga bermanfaat,...........
Komentar
Posting Komentar