Langsung ke konten utama




Materi 01
GAGASAN DASAR FASILITATOR TRANSFORMATIF
PRINSIP DASAR FASILITATOR

1. Memahami bahwa fasilitator menduduki POSISI SENTRAL
2. Memahami bahwa fasilitator berfungsi sebagai PENGENDALI & PENGATUR
3. Memahami bahwa fasilitator harus memberi PENGARUH atas pola pikir

ORIENTASI FASILITATOR
1. Berpijak pada PROSES
2. Berpijak pada HASIL

FASILITATOR HARUS MENGUASAI KARAKTER PESERTA
1. Peserta yang PASSIF-DEFENSIF
2. Peserta yang AKTIF-PROGRESSIF

KEBUTUHAN FASILITATOR
1. KAPABILITAS
2. KREDIBILITAS
3. AKSEPTABILITAS

ATRIBUT FASILITATOR
1. Memotivasi
2. Vitalitas fisik
3. Tanggung Jawab & Kepercayaan
4. Intelegensi dan adaptasi
5. Kebebasan eksplorasi dan ekspresi

KARAKTER FASILITATOR
1. Inisiator
2. Komitmen tinggi
3. Harmonis
4. Memotivasi diri dan orang lain
5. Empati
6. Memberi dukungan dan argumentasi
7. Tegas dan berwibawa
8. Penegasan verbal dan non-verbal

TIPOLOGI FASILITATOR
1. OTORITER
2. DEMOKRATIS
3. LAISSEZ FEIRER

EMPOWERING ORIENTATION
1. Individu
2. massa




ETIKA FORUM
1. Sopan
2. Rapi
3. Empatik
4. Humanis
5. Humoris
6. Murah senyum
7. Berwibawa
8. Ciptakan kesan harmonis
9. Jadikan diri anda sebagai teman belajar
10. Komunikasi mata

ETIKA MEMFASILITASI FORUM
1. Memperkenalkan jati diri anda
2. Menyampaikan Tujuan, Target dan Metode
3. Gunakan ICE BREAKER untuk menyegarkan forum
4. Tulis semua pendapat peserta
5. Jadikan peserta sebagai subyek pengetahuan

ETIKA MENULIS DI PLANO
1. Tulis dengan huruf kapital
2. Tidak membelakangi peserta ketika berbicara
3. Jangan menulis sambil menjelaskan



METODOLOGI PEMBELAJARAN TRANSFORMATIF

Secara umum proses pelatihan-petatihan dalam Sistem Kaderisasi PMII
dilaksanakan dengan menggunakan sistem pembelajaran yang aktif, reflektif,
dan partisipatif atau partisipatoris dengan pendekatan orang dewasa
(andragogy), bukan pendekatan pendidikan untuk anak (pedagogy). Keputusan
ini diambil mengingat bahwa kelompok sasaran Training adalah orang dewasa
(bukan anak-anak) sehingga menghendaki adanya persyaratan tertentu dalam
belajar yang berbeda dengan gaya sekolahan. Dalam pedagogy tujuan
pendidikan adalah membentuk atau mempersiapkan seseorang untuk "masa
yang akan datang". Sedangkan pelatihan yang dilakukan oleh Training adalah
mempersiapkan orang untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada
pada saat sekarang.
Ada beberapa karakteristik yang berbeda antara andragogy dan
pedagogy. Perbedaan paling penting adalah bahwa orang dewasa bersifat lebih
sukarela (voluntary) dan bebas (independent). Kita tidak dapat memaksakan
sesuatu yang mereka tidak suka atau yang tidak relevan. Hal penting lainnya
adalah bahwa pendidikan orang dewasa adalah proses belajar seumur hidup.
Sebaliknya, dalam pendekatan pedagogy, seseorang melihat pendidikan
sebagai terminal, dan orang dewasa yang kembali ke sekolah adalah untuk
mengajar sesuatu yang tidak dia dapatkan sewaktu dia di sekolah. Berbagai
pemikiran modern mengakui bahwa belajar itu tidak ada akhimya. Proses
belajar seringkali dimulai setelah kita selesai sekolah. Padahal, seseorang boleh
saja selesai atau putus sekolah, tetapi sesungguhnya dalam menempuh hidup
ini orang itu akan selalu terus (dan tidak berhenti untuk) belajar.
Ciri umum warga belajar dan cara pembelajaran pendidikan orang
dewasa (andragogy) dibandingkan dengan pendidikan anak (pedagogy):

ANDRAGOGY-PEDAGOGY

1.      Belajar dengan sukarela
2.      Berodentasi kepada Masalah
3.      Warga belajar yang bebas
4.      Mempunyai pengalaman
5.      Warga belajar menentukan

Bagaimana Orang Belajar

Hanya mendengar = 20%
Hanya melihat = 30%
Mendengar dan melihat = 50%
Mendengar, melihat dan berbicara = 70%
Mendengar, melihat, berbicara dan melakukan = 90%

A.    Metode Pembelajaran
Dalam pelaksanaan setiap sesi pelatihan selalu terdiri dari dua bagian
utama, yaitu: 1).issues, informasi atau materi yang akan didiskusikan oleh
peserta bersama fasilitator (isilcontent), dan 2).perihal bagaimana kita
menyampaikannya (proses). Oleh karena menekankan pada proses dan
otonomi individual, model kaderisasi ini dijalankan dengan sebanyak-banyaknya
memberikan ruang dan kesempatan kepada partisipan untuk berekspresi dan
mencurahkan pendapat. Sehingga, metode pembelajaran dan teknis
pendekatan dalam pengelolaan forum yang dikembangkan dalam Training juga
harus memenuhi sejumlah unsur dan metode tertentu guna penciptaan suasana
di ruang pelatihan yang dinamis, hidup dan tidak menjemukan.
Pelatihan metode ini penting, sebab terdapat hubungan yang signifikans
antara metode yang dipilih/digunakan dengan suasana kelas atau ruang
pembelajaran yang tercipta. Ketepatan dalam memilih metode serta
kemampuan dalam menentukan/ memadukan secara seimbang antara proses
dan isi pelatihan, akan sangat berpengaruh bagi tingkat pencapaian target
pelatihan. Meskipun fasilitator mengetahui isi materinya dengan baik, namun
apabila pilihan metode pembelajaran kurang tepat alau pilihan metodenya tepat
tetapi cara menyampaikannya kurang baik, maka peserta akan sulit
berpartisipasi secara penuh atau tidak peduli, sehingga target pelatihan tidak
dapat terpenuhi sebagamana yang diinginkan.

1.      Issu Kunci (Lecture dan Lecturette)

Sifatnya monolog dan menyangkut isu-isu dasar. Metode ini dipilih
sewaktu waktu terbatas dan banyak informasi dasar yang perlu disampaikan.
Walaupun sifatnya sangat monolog, tetapi dengan mengembangkan isu kunci
dan langsung tanya jawab, kita bisa mengharapkan hasil yang baik.



2.      Diskusi Terpadu

Metode ini sangat sederhana dan aktif Dengan cara ini kita bisa lebih
mudah untuk mengarahkan mengharapkan diskusi peserta kepada apa yang kita
inginkan. Diskusi Terpadu bisa dimulai dengan Lecturette untuk melontarkan
isu, kemudian ditunggu reaksinya melalui diskusi semacam ini. Peran dan tugas
dari fasilitator adalah untuk memandu, bukan: memimpin, mendominasi,
mengarahkan, atau membiarkan mereka jauh dari topik.

3.      Diskusi Kelompok

Diskusi Kelompok adalah metode yang sangat umum digunakan atau
biasanya paling disukai dan dikuasai oleh fasilitator, dan dapat dikombinasikan
dengan metode lain dalam satu sesi. Diskusi kelompok ini biasanya bermanfaat
atau dapat digunakan untuk:

1.      Mengumpulkan permasalahan umum terhadap isu tertentu.
2.      Mengumpulkan pendapat yang berbeda atas permasalahan yang berbeda.
3.      Menekankan kesamaan dari sesuatu yang tampaknya berbeda yang
4.      dilontarkan oleh kelompok yang berbeda.
5.      Menekankan perbedaan dari sesuatu yang tampaknya sama.
6.      Mengerjakan hal yang berbeda pada saat bersamaan, dimana setiap
7.      kelompok mengerjakan hal yang berlainan.
8.      Menyelesaikan suatu tugas tertentu, di mana setiap orang tahu apa
9.      tugasnya.

4.      Mencairkan situasi (Ice Breaker)

Ini adalah suatu permainan untuk membuat peserta "bergerak" atau
untuk menghangatkan suasana. teknik ini dirancang untuk permulaan pelatihan,
atau setiap hari selama pelatihan untuk menciptakan suasana santai, saling
mengenal satu sama lain, dan menumbuhkan kepercayaan diri untuk mampu
berbicara di depan kelompok. Sedapat mungkin acara ini diikuti oleh semua
peserta secara aktif.
.
5.      Curah Gagasan (Brainstorming)

Adalah cara memunculkan gagasan secara bebas (tanpa sensor),
kemudian memulai diskusi berdasarkan gagasan tersebut. Acara ini bermanfaat
untuk mengumpulkan gagasan sebanyak mungkin dari para partisipan
berkenaan dengan satu masalah yang diajukan, kemudian mereka menanggapi,
mengomentari atau mengusulkan sesuatu yang berhubungan dengan masalah
itu. Ini adalah tempat untuk menampung ide-ide kreatif peserta terhadap suatu
permasalahan yang dilontarkan. Biarkan pendapat muncul, tidak perlu
dievaluasi, tidak ada kritik, dan tidak ada komentar pujian atas penyataan yang
dianggap baik dan kemudian barulah kita membahasnya.




6.      Studi kasus (Case Study)

Studi kasus sangat bermanfaat untuk mengambil keputusan dan
pemecahan masalah, termasuk untuk membuat deskripsi tentang bagaimana
suatu masalah yang pernah muncul di masa lalu dihadapi dan ditanggapi
peserta. Hal itu bisa berupa suatu sejarah atau hipotesis, tetapi harus
berhubungan dengan pengalaman aktual dari partisipan, dan sebaiknya
berdasarkan kasus yang benar-benar nyata, atau bisa juga situasi yang direka
berdasarkan isu nyata. Fasifitator menghadapkan suatu masalah kepada
peserta dalam bentuk tulisan, baik fiktif ataupun nyata, untuk dipecahkan oleh
peserta. Fasilitator dapat meminta tolong seseorang dari unsur panitia sebagai
"co-fasilitator" untuk memandu setiap kelompok dalam berdiskusi.

7.      Bermain Peran (Role Playing)

Sebenamya role-playing ini  sama dengan studi kasus, tetapi dengan
memerankannya secara langsung, misalnya dengan memainkan suatu peran
yang menggambarkan kejadian sehari-hari. Jadi, partisipan menjadi "bagian dari
aksi” dengan berpura-pura memainkan satu peran khusus, misalnya menjadi
seorang polisi atau seorang korban pelanggaran HAM, tetapi berbeda dengan
drama, peran tersebut tidak dimainkan dulu sebelumnya.
Setiap orang dalam permainan peran ini harus benar-benar mengerti
akan peran yang ia mainkan dan tujuan dari permainan tersebut, yakni untuk
membentuk sikap serta menggambarkan pengalaman-pengalaman hidup
dengan cara yang dramatis dan menyenangkan sehingga orang kemudian dapat
belajar dari pengalaman.Media ini akan menarik bagi mereka yang berani tampil.
Jadi, fasifitator perlu memanfaatkan peserta (yang berani) untuk mendinamisir
atau sebagai penggerak role-playing. permainan peran dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mengetahui perasaan orang terhadap situasi tertentu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MEDIA BK SEKOLAH : MENEJEMEN BERBASIS PLANNING, ORGANIZING, ACTUATING, CONTROLLING, DAN EVALUATING

MENEJEMEN BERBASIS PLANNING, ORGANIZING, ACTUATING, CONTROLLING, DAN EVALUATING BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Dalam konteks pemberian layanan bimbingan konseling, Prayitno (1997:35-36) mengatakan bahwa pemberian pelayanan bimbingan konseling meliputi layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok. Guru Sekolah harus melaksanakan ketujuh layanan bimbingan konseling tersebut agar setiap permasalahan yang dihadapi siswa dapat diantisipasi sedini mungkin sehingga tidak menggangu jalannya proses pembelajaran. Suatu sistem layanan bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta dan tercapai dengan baik apabila tidak memiliki sistem manajemen yang bermutu. Artinya, hal itu perlu dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Pelayanan bimbingan dan konseling hendaknya dilakukan oleh tenaga professional serta didasari dengan program yang terencana dan terarah. Program bim

Grand Design PELATIHAN KADER DASAR PMII SUNAN KUDUS

Grand Design PKD KOMISARIAT SUNAN KUDUS 1.       Landasan Epistemologis a.       Memperkuat Intelektualitas dan loyalitas anggota b.       Membentuk pemikiran kritis transformatif c.        Membentuk mentalitas kader yang tangguh dan survive d.       Menciptakan kader militan dan solidaritas 2.       Target Kualitatif a.       intelektualitas b.       Loyalitas c.        Kritis Tranformatif d.       Solidaritas e.       Militansi f.         Mentalitas yang tangguh dan survive 3.       Target Kontruksi Berfikir a.       Berfikir idealis b.       Berfikir kritis c.        Berfikir dialektis d.       Berfikir etis 4.       Parameter Keberhasilan a.       Terciptanya kritisme kader b.       Kader berani masuk ke ruang dialektis c.        Memiliki mental untuk berbicara dan berargumentasi d.       Aktif mengikuti kegiatan-kegiatan PMII e.       Tercipta budaya diskusi f.         Terciptanya ikatan emosional g.       Te

FILSAFAT SEJARAH

FILSAFAT SEJARAH Makalah Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Dosen Pengampu: Mas’udi, S.fiil.I.,M.A.                                    Disusun oleh: AHMAD MAHMUD ALFRAIZY NIM : 1340110025                                                                        SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS JURUSAN DAKWAH & KOMUNIKASI / BKI (A) TAHUN 2013/2014 A.      Latar Belakang        Sejarah adalah sebuah rekontruksi masa lalu. Sejarah itu ibarat orang naik kereta menghadap ke belakang . Ia dapat melihat ke belakang, ke samping kanan dan kiri [1] . Dan dalam sejarah filsafat harus memunculkan persoalan pokok, kemana sejarah terjadi dan kemana tujuan sejarah. Maka mengenai filsafat sejarah harus spekulatif meneliti dasar-dasar yang paling fudamental. Dan harus berusaha suatu struktur dasar sejarah. Maka seorang filsuf sejarah harus bertindak sepekulatif bertindak daripada,